Aborsi tidak aman, umumnya dilakukan pada kehamilan yang tidak diinginkan. Masalahnya, praktik aborsi yang bisa berujung pada kematian ini banyak dilakukan remaja.
Menurut hasil penelitian Women Research Institute, 15 persen aborsi dilakukan oleh kelompok usia remaja kurang dari 20 tahun. Berikut ini praktik aborsi tidak aman yang banyak dilakukan remaja atau wanita yang mengalami kehamilan tak diinginkan. Kenali bahayanya:
1. Metode penyedotan (Suction Curettage)
Aborsi ini dilakukan dengan mesin penyedot bertenaga kuat yang dimasukkan ke dalam rahim. Saat melakukan itu, mulut rahim sengaja dibuat renggang untuk membuat janin luruh dan ari-ari (plasenta) terlepas dari dinding rahim.
Dengan metode ini, si pelaku aborsi berisiko menderita robek rahim yang disebabkan salah sedot. Jika itu terjadi, maka wanita itu akan mengalami pendarahan hebat. Akibatnya, pelaku aborsi terpaksa menjalani pengangkatan rahim, atau terkena radang jika masih ada sisa-sisa plasenta atau bagian dari janin yang tertinggal di dalam rahim. Dan, akhirnya bisa berujung pada kematian.
2. Teknik dilatasi dan kerokan
Cara ini mulut rahim dibuka atau dimekarkan dengan paksa. Kondisi ini untuk memasukkan pisau baja tajam dan menyebabkan bagian tubuh janin terpotong berkeping-keping dan plasenta dikerok dari dinding rahim. Teknik ini bisa membuat aka pasien akan kehilangan darah yang jumlahnya jauh lebih banyak dibanding teknik penyedotan, dan juga dapat menderita perobekan dan radang pada rahim.
3. Menelan Pil RU 486
Pil yang dikenal juga sebagai ‘pil aborsi Prancis” ini mengandung dua hormon sintetik, yaitu mifepristone dan misoprostol. Pil ini secara kimiawi menginduksi kehamilan usia 5-9 minggu. Cara kerja pil ini memblokir hormon progesteron yang berfungsi menjaga jalur nutrisi ke plasenta tetap lancar. Karena pemblokiran ini, maka janin tidak mendapatkan makanannya lagi, menjadi kelaparan, hingga tak bernyawa.
Usai janin meninggal, pasien akan mengeluarkan janin dengan bantuan paramedis. Namun, banyak juga di antara mereka yang memilih mengeluarkan janin di rumah atau di tempat-tempat lain.
Efek lain dari penggunaan pil ini adalah pendarahan hebat, pusing-pusing, muntah-muntah, rasa sakit hingga kematian. Dilaporkan, RU 486 juga dapat mempengaruhi kehamilan selanjutnya, yaitu kemungkinan keguguran spontan dan cacat pada bayi yang dikandung.
4. Prosedur dengan MTX
Cara ini mirip dengan RU 486. Hanya, obat ini disuntikkan ke dalam badan. MTX bekerja dengan menekan pertumbuhan pesat trophoblastoid, selaput yang menyelubungi embrio yang juga merupakan cikal bakal plasenta.
MTX menghancurkan integrasi dari lingkungan yang menopang, melindungi dan menyuburkan pertumbuhan janin. Dan, karena kekurangan nutrisi, maka janin menjadi meninggal. Kemudian, tablet misoprostol dimasukkan ke dalam kelamin wanita hamil itu untuk memicu terlepasnya janin dari rahim.
Terkadang, hal itu terjadi beberapa jam setelah masuknya misoprostol, tapi sering juga terjadi perlunya penambahan dosis misoprostol. Aborsi menggunakan suntikan MTX dapat berlangsung berminggu-minggu. Wanita hamil itu dapat mengalami pendarahan selama berminggu-minggu (42 hari dalam sebuah studi kasus), bahkan terjadi pendarahan hebat. Sedangkan janin dapat gugur kapan saja.
Efek samping yang tercatat dalam studi kasus adalah sakit kepala, rasa sakit, diare, penglihatan yang menjadi kabur, dan yang lebih serius adalah depresi sumsum tulang belakang, kekurangan darah, kerusakan fungsi hati, dan sakit paru-paru.
5. Metode racun garam (saline)
Praktik aborsi yang biasa dilakukan pada usia kandungan di atas 3 bulan ini menggunakan jarum suntik. Air ketuban dikeluarkan, diganti dengan larutan konsentrasi garam. Janin yang sudah mulai bernapas, menelan garam dan teracuni. Larutan kimia ini juga membuat kulit janin terbakar dan memburuk. Biasanya, setelah kira-kira satu jam, janin akan mati.
Kira-kira 33-35 jam setelah suntikan larutan garam itu bekerja, pasien akan melahirkan bayi yang sudah tak bernyawa dan berkulit hitam karena terbakar. Suntikan larutan garam ini juga memberikan efek samping pada wanita pemakainya yang disebut “Konsumsi Koagulopati” (pembekuan darah yang tak terkendali diseluruh tubuh), juga dapat menimbulkan pendarahan hebat dan efek samping serius pada sistim saraf sentral. Serangan jantung mendadak, koma, atau kematian mungkin juga dihasilkan oleh suntikan saline lewat sistim pembuluh darah.
Artikel Terkait: