Kisah tragis itu terjadi 20 tahun lalu, namun terlupakan seiring berjalannya waktu. Kala itu, tahun 1992, sesosok jasad tenaga kerja wanita (TKW) asal Indonesia dipulangkan dari negeri tetangga, Singapura.
Karena kematian dianggap tak wajar, otopsi atas jenazah itu berlangsung di tanah air. Saat itulah terkuak hal yang mengejutkan. "Organ sudah diambil, diganti kresek," kata Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, saat dihubungi VIVAnews.com, 23 April 2012.
TKW itu berasal dari sebuah kota di Jawa Tengah. "Namanya Ati Wardiyati," kata Anis. Sulit untuk mencari detil kisah perempuan malang itu. Saat itu, hanya sedikit pemberitaan tentangnya, perlindungan terhadap buruh migran belum jadi isu penting.
Apalagi, "saat itu masih masa Orde Baru, jadi memang tidak ada upaya maksimal melindungi TKI," tambah Anis.
Menurut Anis, tragedi hidup Ati menjadi alasan mengapa kita patut curiga ketika jasad tiga tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Nusa Tenggara Barat yang meninggal di Malaysia dipulangkan dalam kondisi tak wajar.
Tiga buru migran tersebut, Herman, Abdul Kadir Jaelani, dan Mad Noon, dinyatakan tewas akibat tembakan aparat Malaysia. Mereka diduga hendak merampok dan menyerang aparat. Meski akibat kematian disebut berbeda: Herman akibat luka tembak di kepala, Abdul Kadir dan Mad Noon akibat tembakan berganda, perlakukan pada jasad mereka sama.
Ada jahitan di tengah dada mereka, lalu melintang di bagian dada dan perut. Dan, yang paling mencurigakan adalah ada jahitan di bagian mata mereka. Diduga, organ mereka dipreteli. "Mata yang dijahit mengundang pertanyaan besar. Pengalaman selama Migrant Care mendampingi pemulangan jenazah, tak pernah menemukan mata yang dijahit, meski korban telah diotopsi sebelumnya," kata Anis.
Untuk itulah, Migrant Care dan pihak keluarga mendesak dilakukannya otopsi ulang pada para jenazah. Agar terang dan jelas, apakah mereka korban perdagangan organ seperti dugaan sebelumnya. Juga untuk melihat luka tembak yang menewaskan mereka.
Jika benar organ mereka diambil tanpa izin, Anis menambahkan, kuat dugaan telah terjadi kejahatan perdagangan manusia. "Ini kejahatan transnasional, harus ada kerjasama antara kepolisian Indonesia dan Malaysia. Harus ada proses yang adil, karena TKI di Malaysia dianggap kelas tak penting." Dikhawatirkan ada tren yang membuat TKI menjadi ladang organ tubuh.
Pelajaran berharga dari kasus tewasnya tiga TKI di Lombok adalah, pentingnya pengungkapan setiap kematian TKI di luar negeri. Harus diungkap satu persatu. "Dari kasus meninggalnya TKI, paling hanya 30 persen yang secara jernih dilengkapi otopsi. Sisanya dianggap takdir, musibah," kata Anis.
Artikel Terkait: