De Graafschap, klub Liga Belanda, degradasi setelah kalah dalam babak play-off. Gadis kecil putri Rogier Meijer, datang untuk menghibur sang ayah yang tertunduk lesu. Keluarga adalah segalanya. Segala permasalahan, bahkan yang terburuk sekalipun, lenyap kala ada orang-orang terdekat berada di samping kita. Kalimat ini bukan utopia. Saar, putri Rogier Meijer, pemain De Graafschap membuktikannya. Musim ini bukanlah musim yang menyenangkan untuk De Graafschap.
Klub ini hanya mengoleksi 6 kemenangan sehingga terjerembab di peringkat 17 dari 18 klub yang berlaga di Eredivise (Liga Belanda). Kesempatan bertahan di liga paling elite hadir dalam play-off promosi/degradasi yang melibatkan delapan klub dalam sistem gugur. De Graafschap berhadapan dengan Den Bosch dalam laga home and away. Pertandingan pertama di kandang lawan, berakhir dengan skor imbang 0-0. Laga kedua yang berlangsung pada Minggu (13/5) berjalan menyakitkan. Bermain di kandang sendiri, Stadion De Vijverberg, klub berjuluk Superboeren, cuma bermain imbang 1-1. Tertinggal 0-1 oleh Tom van Weert, De Graafschap cuma bisa menyamakan kedudukan melalui Yuri Rose ('30).
Hingga ujung laga tak ada gol tambahan tercipta. De Graapfschap pun masuk kotak hanya agresivitas gol tandang. Sakit. Siapa pun tak akan menerima tersingkir dengan cara demikian. Rogier Meijer tak kuasa lagi berkata-kata. Ia terduduk lemas di tengah lapangan. Kala itulah keajaiban datang. Saar, sang putri datang menghampiri ayahnya, menepuk bahu, sambil menunjukkan bahasa isyarat.
"Tak apa Ayah". Rogier Meijer sendiri lebih memilih untuk menenangkan diri sejenak dengan rebah ke tanah. Sementara Saar, terlihat setia memberi semangat untuk sang ayah dengan bahasa tubuhnya. Sebuah bukti, bahwa sepakbola bukan hanya sekadar permainan 2 x 45 menit. Sepakbola, dan tak akan ada yang membantahnya, adalah kehidupan.
Artikel Terkait: