TAK ada yang mampu menerka kapan maut akan menjemput. Begitu pula pedangdut nyentrik Saipul Jamil yang kehilangan istri tercintanya, Virginia Anggraini dalam kecelakaan yang terjadi pada Sabtu (3/9) pagi.
Kesedihan mendalam dirasakan penyanyi yang akrab disapa Bang Ipul itu, terlebih mengingat usia pernikahannya yang baru seumur jagung.
Elizabeth Kubler-Ross, psikiater sekaligus pencetus studi tentang kematian, merumuskan beberapa tahapan yang terjadi saat seseorang ditinggal mati pasangannya.
Tahapan ini terdiri dari penolakan dan shock, negosiasi dengan diri sendiri, kemarahan, depresi, dan penerimaan.
Kubler-Ross menegaskan, tak ada urutan pasti dalam fase ini dan seseorang dapat mengulang kembali tahapan yang dia pikir telah berhasil diatasi.
Sulit memang, namun fase ini terbilang normal dalam kondisi berduka akibat kehilangan pasangan hidup. Persoalannya, berapa lama seseorang akan melewati fase ini dan kembali menjalani kehidupan seperti semula, tanpa air mata dan penyesalan?
1. Menangis Itu Baik
Sebagian orang beranggapan, saat seseorang menangisi kerabatnya yang meninggal dunia, sang arwah pun akan turut merasa sedih dan berat meninggalkan orang-orang terkasihnya. Namun dalam hal medis, menangis justru hal yang baik untuk dilakukan saat berduka.
Dr. Joyce Brothers menyebut air mata sebagai "emotional first-aid" alias pertolongan pertama bagi luka emosional.
Menangis dinilai ampuh menyembuhkan luka psikis dan mampu menurunkan beban pikiran jika "diledakkan" dalam bentuk tangisan.
About Marriage mencatat, air mata mengandung leucine-enkephalin, zat penyembuh luka alamiah yang terdapat dalam otak.
Air mata juga mengandung hormon yang mendorong sekresi air mata, yaitu prolactin. Wanita memiliki kandungan prolactin (zat penghasil air mata) lebih besar daripada pria, yang menjadikan wanita lebih mudah menangis.
2. Mencari Sandaran
Orang-orang yang diliputi duka cenderung melakukan hal-hal yang bagi kebanyakan orang dirasa konyol atau mendramatisir. Kondisi ini wajar, karena kekalutan yang terjadi akibat kematian pasangan membuat pemikiran realistis perlahan menurun.
Jika Anda kehilangan pasangan hidup dan mulai merasakan hal-hal yang tidak wajar dalam perilaku psikologis Anda, jangan ragu untuk mencari orang lain sebagai sandaran. Kehadiran keluarga dan sahabat akan baik bagi pemulihan kondisi mental Anda.
3. Luangkan Waktu untuk Berlibur
Apa pun yang terjadi, life must go on. Anda tak bisa terus-menerus hanyut dalam kesedihan dan perlahan belajar untuk kembali bangkit.
Luangkan akhir pekan atau libur panjang untuk berlibur bersama keluarga atau sahabat. Lepaskan emosi yang selama ini menekan pikiran Anda dan biarkan otot-otot wajah Anda rileks. Manfaatkan momen-momen seperti ini untuk melakukan hal-hal baru yang selama ini belum pernah Anda coba.
4. Rencanakan Basa Depan
"Jika ada pria lain yang layak untuk berbagi hidup dengan saya, akan tetap ada ruang kosong di jiwa saya. Saya tahu apa yang pernah saya miliki dan apa yang hilang dari diri saya," tutur Dr. Joyce Brothers dalam bukunya, Widowed.
Brothers menambahkan, walau ruang kosong itu akan terus ada akibat kehilangan yang begitu mendalam, namun dia tak akan mengasihani dirinya sendiri, apalagi menghabiskan hidupnya seorang diri.
"Hidup harus jalan terus, dan saya siap untuk kembali bergabung dalam parade kehidupan," ujar Brothers.
Hasilnya, seperti tercatat dalam data sensus Amerika Serikat. Rata-rata pria di AS akan menikah kembali dalam waktu 3 tahun, sedangkan wanita 5 tahun setelah kematian pasangannya.
Namun yang pasti, menikahlah karena cinta, bukan karena kesepian ditinggal pasangan. (tabloidbintang.com)
Artikel Terkait: