Banyak cerita mengenai bagaimana bebasnya Jeddah, kota kedua terbesar di Arab Saudi setelah Riyadh. Sebagai kosmopolitan yang didiami banyak ekspatriat dari berbagai negara, Jeddah relatif terbuka dengan budaya luar. Sebutlah, misalnya, tempat-tempat hiburan.
Tentu saja catatan ini bukan hendak mengisahkan soal tempat hiburan itu. Sebab pastilah tak mungkin (dan tak boleh) ada kesempatan untuk berkunjung ke sana. Yang saya ingin kisahkan adalah pengalaman menyaksikan (lebih tepatnya mengintip) sejumlah pemuda Arab berjudi saat saya baru tiba di Bandara King Abdul Azis Jeddah.
Pemuda-pemuda Arab itu adalah pegawai kesehatan bandara, yang salah satu tugasnya memberi semacam vaksinasi kepada penumpang asal kawasan Timur Tengah. Karena kesulitan bahasa, saya tak sempat bertanya mengapa penumpang asal Indonesia seperti kami tak ikut divaksinasi. Waktu itu, yang divaksinasi adalah penumpang asal Afghanistan. Setiap penumpang harus menelan dua tetes cairan.
Sebelum rombongan dari Afghan ini datang, pemuda-pemuda itu tak ada kerjaan. Sambil menunggu waktu, di sebuah ruangan yang hanya berbatas dinding dengan kaca transparan, mereka asyik bermain kartu. Siapapun yang berada di dekat situ pasti bisa melihat asyiknya mereka mengocok kartu remi dan saling tanding kartu entah dengan permainan apa.
Saya yang agak penasaran iseng-iseng memotret aktivitas mereka ini dari balik dinding kaca. Tentu saja sembunyi-sembunyi karena khawatir mereka marah kalau tahu difoto. Sambil main kartu mereka juga minum kopi dan merokok, padahal jelas sekali di ruangan tertutup itu dilarang merokok.
Tadinya saya mengira mereka hanya main kartu biasa. Tetapi setelah saya perhatikan lebih serius, ternyata salah seorang dari pemuda itu mencatat setiap skor akhir permainan. Sesekali tampak juga mereka berdebat mengenai hasil permainan itu. Kalau hanya main kartu biasa, pastilah tak perlu catatan.
Saya terus memperhatikan gerak-gerik mereka, sampai ketika penumpang asal Afghanistan tiba dan mereka mengakhiri permainan. Bubar begitu saja? Tidak, mereka saling berbagi uang. Si pemuda tukang catat tampak seperti menggerutu. Mungkin karena dia kalah.
Begitulah, bahkan di tempat terbuka seperti itu ada sekelompok orang Arab yang berjudi. Konon, meski tidak disediakan tempat judi khusus seperti di Genting Highland Malaysia, perjudian di kota yang berada di sisi Timur Laut Merah ini memang marak. Ini boleh jadi disebabkan oleh pengaruh budaya luar, mengingat Jeddah memang cukup terbuka bagi pendatang.
Meski terbuka dan punya tempat-tempat bebas yang tersembunyi, sebagai kota di bawah pemerintahan Arab Saudi, Jeddah tetap menerapkan hukum Islam, termasuk bagi pekerja luar negeri. Salah satunya adalah soal berpakaian. Sudah jadi pemandangan biasa di tempat-tempat umum di Jeddah kita melihat wanita asal Filipina atau Thailand menggunakan jilbab yang sekadar menutup kepala, sementara busananya tampak sekali bukan busana muslimah.