Jakarta - Kampanye pemilihan gubernur DKI Jakarta menelan ongkos yang sangat besar. Fauzi Bowo, misalnya, diperkirakan mengeluarkan dana hingga puluhan miliar rupiah. Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan ratusan transaksi miliaran rupiah di rekening semua calon berasal dari penyumbang yang tak jelas identitasnya. Laporan utama majalah Tempo edisi 9 Juli 2012 berjudul "Selingkuh Dana DKI-1" mengungkap hal itu.
Pasangan Alex Noerdin dan Nono Sampono, misalnya, tercatat melakukan banyak transaksi di rekeningnya. Disusul anak-anak dan menantunya, yang menyumbangkan pecahan Rp 5-45 juta. Belum lagi partai penyokong lainnya. Soalnya, tak ada batasan partai menyumbang jagonya. Untuk Alex, Partai Golkar sekali menyetor Rp 1,6 miliar.
Joko Widodo juga tercatat dua kali menyetor dana senilai Rp 1,09 miliar. Menurut Boy Sadikin, ketua tim sukses calon dari PDI Perjuangan dan Partai Gerindra ini, uang yang sudah terkumpul untuk kampanye Jokowi Rp 9 miliar sampai pekan lalu. "Ini sumbangan kader dan simpatisan, tak ada dari pengusaha," ujarnya. (Baca juga: Selingkuh Dana Pilkada DKI Jakarta)
Hendardji Soepandji melakukan enam kali transaksi senilai Rp 1,47 miliar--lainnya hanya satu dari penyumbang perorangan, senilai Rp 7,5 juta. Salah satu penyumbang calon independen ini Irwan Hidayat dari Grup Sido Muncul, sesama orang Semarang. "Pak Irwan menyumbang banyak," kata Karel Susetyo, konsultan politik Hendardji.
Faisal Basri sudah mengumpulkan Rp 1,53 miliar. Sumbernya kocek sendiri, yang dicicil dari Rp 5 juta hingga Rp 100 juta, termasuk penjualan rumah di Kebayoran Baru senilai Rp 16 miliar. Dibanding calon lain, tim Faisal paling bokek.
Pasangan Hidayat Nur Wahid-Didik J. Rachbini mendapat sokongan fulus dari kader-kader Partai Keadilan Sejahtera. Pejabat-pejabat PKS di Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta, seperti Mahfudz Siddiq, Mustafa Kamal, Triwisaksana, dan Soemandjaja, tercatat sebagai penyumbang terbesar pasangan ini dengan nilai rata-rata Rp 50 juta.
Munculnya nama-nama calon gubernur sebagai sumber dana kampanye ini, menurut Apung Widadi, mencemaskan karena asal duit itu jadi tak bisa diverifikasi. "Pertanyaan sederhana: apakah benar setiap calon mau mempertaruhkan hartanya begitu banyak untuk pemilihan ini?" ujarnya.
Modus menyumbang langsung tanpa mekanisme bank ini juga berpotensi jadi dana gelap jika calon itu tak melaporkan seluruhnya ke Komisi Pengawas. "Pemilih jadi tak tahu siapa saja di belakang calon yang mana," kata Apung.
Masalahnya, audit oleh lembaga independen atas permintaan pengawas baru dilakukan sepekan setelah pemilihan. Artinya, aturan yang bisa menggugurkan calon karena mendapat uang dari sumber tak jelas sudah pasti tumpul. Apalagi seorang anggota tim sukses mengatakan daftar penyumbang itu asal tulis saja. "Nama-nama itu bohong," ujarnya.
Judul : Transaksi Aneh di Rekening Para Calon Gubernur DKI
Deskripsi : Jakarta - Kampanye pemilihan gubernur DKI Jakarta menelan ongkos yang sangat besar. Fauzi Bowo, misalnya, diperkirakan mengeluarkan dana hin...